Rabu, 21 Januari 2015

Fakta Menarik Tentang Lagu Nina Bobo

Tags

Seperti yang dilansir dari sumbernya Wikipedia dan Sayangi.com, lagu Lullaby Nina Bobo ini ternyata mempunyai cerita mistis dibalik kelembutan syairnya. Memang sih mungkin sudah ada yang tahu. Apalagi cerita mitos ini sudah ada yang membuat versi layar lebarnya. Film bioskop 'Oo Nina Bobo' ini telah dirilis tanggal 20 Maret tahun 2014.  insyaallah kalau masih ada, kalian bisa melihatnya di bioskop kesayangan kalian. Lalu bandingkan dengan cerita mitos yang ditulis oleh Bacakana ini. Apakah sama? Untuk melihat trailernya silahkan menuju ke 

Mitos Horror Di Balik Lagu 'Nina Bobo' Lagu Pengantar Tidur
Para orang tua yang memiliki anak kecil atau anak bayi seringkali menyanyikan lagu pengantar tidur nina bobo untuk melelapkan anaknya agar tertidur lagi. Selain karena nada dan bait lagu ini pendek serta mudah diingat, konon katanya ketika lagu itu dinyanyikan, ada seseorang gadis yang membantu anak kecil tersebut tidur terlelap. Siapakah gadis itu? Dia adalah... nanti tahu sendiri kog.. hehe..
''Nina bobo oo nina bobo.. kalau tidak bobo digigit nyamuk..''

Ada tiga versi cerita yang berbeda menceritakan asal usul lagu Nina Bobo ini. Menurut cerita dua versinya mengatakan bahwa lagu Nina Bobo lahir dari nama seorang gadis bernama Nina. Sedangkan cerita menurut versi ketiga lagu Nina bobo dikatakan tidak ada sangkut pautnya dengan nama gadis tersebut. Lalu manakah yang benar?? Terserah kalian mau pilih yang mana dan mau percaya yang mana. Kalau JCC percaya sama cerita yang rasional, tapi jika kalian lebih menyukai hal hal yang berbau gaib atau mistis tidak apa-apa.  bacakana hanya menginformasikan saja.
Dalam versi pertama disebutkan bahwa lagu Nina Bobo ini diciptakan oleh seorang wanita Jawa bernama Mustika untuk anaknya yang bernama Helenina Mustika Van Rodjnik, hasil pernikahannya dengan seorang pria Belanda bernama Van Rodjnik. Helenina yang seringkali dipanggil dengan sapaan Nina ini lahir pada tahun 1871. Nina sering kali tidak bisa tidur di malam hari [insomnia]. Untuk membuat Nina mudah tertidur, Ibunya yang bernama Mustika kemudian bersenandung kecil untuk menenangkan gelisah Nina, hingga akhirnya Nina pun tertidur lelap.
Karena sudah terbiasa mendengarkan lagu itu, Ninapun menjadi tidak bisa tidur jika tidak mendengar lagu tidur dari sang Ibu. Hal tersebut membuat sang ayah, Kapten Van Rodjnik meminta istrinya untuk membuatkan lirik dari lagu tersebut agar lebih menarik untuk dinyayikan. Sejak saat itu setiap malam Mustika menyanyikan lagu nina bobo untuk anak kesayangan, konon katanya lagu tersebut merupakan lagu 'Nina Bobo' yang sering kita nyanyikan itu. 
Di tahun 1875, Nina menderita sakit parah. Karena sakit yang dideritanya itu Nina menjadi susah tidur. Sakit Nina berkepanjangan, setiap malam ibunya terus menerus menyanyikan lagu "Nina Bobo" agar Nina bisa tertidur dan menghilangkan rasa sakitnya. Sayang seribu sayang, Hingga akhirnya pada tahun 1878 hidup Nina usai di umurnya yang menginjak 6 tahun. Nina jatuh sakit dan meninggal dunia. 
Sejak Nina meninggal dunia, kejadian aneh pun mulai terjadi. Van Rodjnik kerap kali mendengar Mustika menyanyikan lagu ini. Kepada suaminya, Mustika mengaku sering kali mendengar Nina sedang menangis karena tidak bisa tidur dan dia meminta lagu tidur yang biasanya disenandungkan olehnya. Sejak saat itu, tak terhitung berapa kali Mustika menyanyikan lagu ini, hingga akhirnya ajal menjemput Mustika.
Sejak kematian Mustika, Van Rodjnik pun mengalami hal serupa, kerap kali dalam pandangannya, ia melihat anaknya Nina sedang menangis dan memintanya untuk mendendangkan lagu ini untuk tidur. Awalnya, Van Rodjnik tidak mempedulikannya, sampai suatu ketika Van Rodjnik didatangi arwah Nina yang memintanya menyanyikan lagu nina bobo. 
Begini ceritanya, alkisah pada suatu malam Kapten Van Rodjnik yang tengah tertidur pulas tiba-tiba terkejut ketika mendapati ada tangan seorang anak kecil kira-kira berumur 6 tahun sedang menangis dan membangunkannya. Anak kecil tersebut berkata, "Pa.... Kok Papa gak nyanyiin lagu tidur buat aku....??". Setelah kejadian itu pikiran Kapten Van Rodjnik pun terganggu dan setiap malam ia selalu menyanyikan lagu "Nina Bobo" tersebut berulang-ulang hingga dia meninggal.

Konon katanya ketika anda menyanyikan lagu ini sebagai pengantar tidur anak anda yang masih bayi, tepat ketika anda meninggalkan kamar tempat anak anda tertidur. Nina akan datang ke kamar anak anda dan membuat anak anda tetap terlelap hingga keesokan paginya. 

Mitos Horror Di Balik Lagu 'Nina Bobo' Lagu Pengantar Tidur
Dalam cerita versi kedua, Nina diceritakan adalah seorang keturunan dari keluarga musisi klasik belanda yang sedang mencoba meniti karir di Indonesia. Nina yang bernama lengkap Nina Van Mijk dulunya merupakan gadis cantik belia dengan kehidupan yang normal-normal saja seperti anak remaja lainnya. Dia suka sekali bersosialisasi dengan anak seusianya. Namun suatu ketika hal ini berubah 180 derajat.
Suatu hari, di malam yang kelam disertai dengan petir-petir yang menyambar. Perilaku dan wajah Nina berubah. Dia menjadi sosok yang menyeramkan. Rambutnya berantakan, matanya menghitam, Nina yang berada di kasurnya melipat tubuhnya kebelakang persis dalam posisi kayang, merayap mundur sambil menjerit-jerit dan sesekali mengumpat-ngumpat dengan bahasa Belanda. Pemandangan mengerikan tersebut disaksikan oleh keluarga itu.
Sudah beberapa hari berlalu, sejak malam itu Nina dipasung di dalam kamarnya. Tangan dan kakinya diikat dengan seutas tambang. Keadaan Nina semakin memburuk, tubuhnya semakin kurus dan pucat. Ibu Nina hanya bisa menangis tiap malam ketika mendengar Nina menjerit-jerit. Ayah Nina kebingungan dan ketakutan melihat kejadian yang menimpa anaknya. Diapun meninggalkan Indonesia dan kembali ke Belanda. Pembantu rumanya pun pergi meninggalkan rumah itu karena takut. Tinggalah Nina yang dipasung dan Ibunya di satu rumah tak terurus.
Di suatu malam, ibu Nina tidak mendengar Nina yang selalu menjerit-jerit. Dia merasa aneh dan memutuskan pergi ke kamar Nina. Ternyata Nina dalam keadaan lesu dan sangat ketakutan. Melihat anaknya seperti, ibu Nina tidak tega dan melepaskan pasungan anaknya. Walaupun Nina menyeramkan, ibunya tetap membelai anaknya dengan lembut. Ninapun meminta ibunya untuk mendendangkan sebuah lagu tidur untuknya. Dengan kasih sayang, sang ibu menyanyikan lagu Nina Bobo karangannya itu. Nina pun terlelap hingga nafas terakhir. Sang ibu sangat bersyukur sekali Nina sudah terlepas dari penderitaannya. Meskipun Ibunya sendiri sangat kehilangan anak tercintanya. Sangat tragis kisah ini. Hiks hiks. Cinta ibu memang sepanjang masa. Salut sama ibunya.
Lanjut ke versi ketiga. Sebuah fakta dari dokumen Wikipedia mengatakan bahwa bahasa lagu yang berasal dari Indonesia ini merujuk pada bahasa Cina dan Portugis. Kata bobo yang bermakna tidur diambil dari bahasa Cina, sedangkan Nina dalam bahasa Portugis bermakna menina alias perempuan atau seorang gadis, dan bukan merujuk pada sebuah nama. Beberapa sumber lain mengatakan lagu ini adaptasi dari sebuah lagu gereja berjudul Abide With Me.
Ada juga yang mengatakan lagu nina bobo ini sebenarnya berasal dari negeri kincir angin belanda dan dipopulerkan pertama kali oleh Anneke Grönloh dan Wieteke van Dort, lagu ini juga begitu melegenda di negara-negara lainnya. Seperti inilah lirik lagu dalam bahasa Belanda tersebut.
Slaap meisje, oh slaap, meisje 
(tidurlah gadis, o tidurlah gadis)
als je niet gaat slapen, zul je door een mug gestoken worden
(jika kamu tidak tidur, disengat seekor nyamuk)
Laten we gaan slapen, oh lief meisje 
(tidurlah tidur, o gadis manis)
als je niet gaat slapen, zul je door een mug gestoken worden
 (jika kamu tidak segera tidur, kamu akan disengat nyamuk)
Nah sekarang sudah jelas khan kalau di versi ketiga ini Nina dalam lagu Nina Bobo bukanlah nama seorang gadis melainkan sebuah arti dari gadis itu sendiri.
Demikian Info Sedikit Dari Fakta Menarik Tentang Lagu Nina Bobo
Semoga Bermanfaat
Hal Aneh kembali terjadi. Kali ini ad sebuah jam misterius dan beritanya saya ambil dari lintas berita.com. berikut beritanya ; Sepekan setelah Tsunami saya sempat menemani mas Imam B Prasodjo, seorang Sosiolog dari Universitas Indonesia (UI) bersama rekannya Charlie Moet dari Operasion USA, yaitu sebuah lembaga kemanusiaan yg didirikan oleh para veteran tentara Amerika semasa perang Vietnam serta Ariful Amir staf Yayasan Nurani Dunia Jakarta untuk berkeliling zona tsunami di Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar. Ribuan mayat masih terlihat disetiap sudut kota yang sedang di evakuasi oleh teman2 relawan dari berbagai provinsi dan negara saat itu. Perjalanan kami sampai juga ke daratan yang pertama sekali di sentuh tsunami yaitu pantai Ulhee Lhee dekat mesjid setempat setelah melintasi puing2 bangunan. Tak jauh dari mesjid Ulhee Lhee yg masih kokoh berdiri walau pernah di cium pertama kali oleh gelombang laut yang sangat tinggi hingga ke pusat kota Banda Aceh, kami memperhatikan puing2 bangunan yang hancur akibat bencana yang maha dahsyat itu dengan perasaan yang tak menentu. Tiba2 Charlie Moet mengambil sebuah jam dinding tua yang telah hancur akibat Tsunami disekitar tempat kami berdiri. Sekilas tak ada yang menarik dari jam dinding tua tersebut karena masih cukup banyak benda-benda lain yang lebih besar dan berserakan dikawasan itu yang tak diketahui siapa pemiliknya. APA YANG MENARIK DARI JAM DINDING TUA ITU? Kenapa Charlie Moet tertarik ingin membawa jam dinding tua itu ke negara nya ! setelah ia menjelaskan, ternyata jam dinding tua itu saat diambil di lokasi Ulhee Lhee terlihat tanggalnya menunjukkan pada angka 26, dan pada panel hari menunjukkan tulisan SUN (Sunday/Minggu), sementara jarum jam dinding itu menunjukan pukul 8 pagi lebih 58 menit, dengan jarum pendek hampir menyentuh angka 9 dan jarum panjang pada angka 11 lebih beberapa garis saja. Disitu barulah saya sadar, bahwa jam dinding itu telah berhenti berdetak persis pada waktu terjadinya Tsunami Aceh pada Hari Minggu, 26 Desember 2004, pukul 08:58 Wib. Artinya ketika Aceh diguncang Gempa 9.8 SR jam dinding itu mungkin masih berfungsi, dan berhenti berdetak setelah air laut mengamuk menghantam Ibukota Serambi Mekkah yang di mulai dari pantai Ulhee Lhee. Karena keadaan kota Banda Aceh masih sangat kacau dan lumpuh, sementara tugas saya dan teman2 relawan masih sangat disibukkan dengan distribusi bantuan kemanusiaan di Posko Indonesia Peduli SoRAK Aceh, maka saya pun tak ambil pusing terhadap jam dinding tua itu yang dibawa pulang oleh Charlie Moet ke Amerika Serikat. Apa yang terjadi dengan jam dinding Ulhee Lhee itu beberapa bulan kemudian? ternyata di hampir seluruh media massa internasional di Amerika dan Eropa memuat berita dan foto2 tentang jam dinding tersebut dan tak berapa lama Majalah TEMPO Jakarta juga menerbitkan berita dan foto yang sama dengan halaman khusus pada majalah paling populer di Indonesia itu. TAHUN 2009: Yang lebih mengejutkan lagi 3,5 tahun kemudian saya mendapat kabar bahwa foto jam dinding tua Ulhee Lhee itu ternyata juga terpajang dalam ukuran besar di ruang kerja orang nomer 1 di BRR (Pak Kuntoro). Saya mulai kagum dengan jam dinding yang tak seberapa mana itu, karena jam itu kini malah mulai tercatat dalam sejarah dunia, jam dinding itu menjadi sangat penting maknanya dan di cari2 keberadaannya oleh Pemerintah Indonesia. Keterkejutan saya tak hanya sampai disitu, ketika mendengar kabar bahwa Pak Kuntoro mendapat perintah dari Presiden untuk segera mencari jam dinding tua yang heboh di media2 massa internasional itu. Memang pada waktu itu tak ada seorang pun yang mengetahui dimana jam dinding ini berada kecuali kami berempat dan Allah SWT. Singkat cerita, BRR 1 menginginkan jam dinding itu dikembalikan ke Aceh untuk ditempatkan di Museum Tsunami di Blang Padang Banda Aceh yang sedang dibangun sebagai tempat benda2 bersejarah sisa Tsunami. Ternyata untuk memulangkan jam dinding tua ini ke Indonesia tak semudah yang saya kira, karena saat itu Charlie Moet punya rencana lain, yaitu ingin menempatkan Jam dinding tua Ulhee Lhee itu di Museum negaranya di AS PROSES PEMULANGAN JAM DINDING DARI AS KE ACEH Melalui lobi-lobi khusus mas Imam B Prasodjo akhirnya Charlie Moet bersedia membawa kembali Jam dinding tua itu kepada Pemerintah Indonesia untuk ditempatkan di Museum Tsunami Aceh dengan sejumlah syarat. Persyaratan yang ia minta adalah, jam dinding tua itu harus diberikan ruangan khusus dan tersendiri di dalam Museum Tsunami, diberikan kaca pelindung kedap udara agar bekas2 lumpur tsunami yang sudah kering yang melekat pada jam dinding itu tidak hilang dan tetap asli, serta di dalam ruangan diberikan lighting yang dapat menerangi jam tersebut dengan jelas serta diberikan plakat informasi tentang riwayat jam dinding tua itu. Apa bila persyaratan2 itu tidak dapat dipenuhi oleh Pemerintah Indonesia, maka dia menganggap negaranya adalah tempat yang terbaik dalam memperlakukan benda-benda sejarah dunia. Pak Kuntoro selaku Ketua BRR saat itu memang menyanggupi persyaratan2 yang diminta tersebut, bahkan dia telah menyiapkan desain ruangan untuk jam dinding Ulhee Lhee tersebut. Pada akhirnya jam dinding tua Ulhee Lhee itu diterbangkan kembali dari AS ke Jakarta transit via Singapura. Dari Jakarta selanjutnya diterbangkan ke kota Banda Aceh dan ditempatkan beberapa jam di Kompleks APEC – Radio KISS FM Aceh untuk selanjutnya pada malam harinya mas Imam B Prasodjo, Charlie Moet, saya dan Ipe mengantarkan jam dinding Ulhee Lhee itu kepada Pak Kunturo di Kantor BRR Lueng Bata, Banda Aceh. Saat kami tiba di ruang kerja pak Kuntoro, yang pertama kali ditanyakannya pada mas Imam adalah “Imam… mana jam dinding itu?” Imam B Prasodjo menjawab, “waduh pak… ketinggalan di Jakarta”. Padahal jam itu sudah berada diruangan pak Kuntoro yang dikemas dalam box. Walah… boss2 ini masih suka juga bercanda … foto saat proses serah terima Jam Dinding Tua Ulhee Lhee yang bersejarah itu di ruang kerja BRR 1 pada pertengahan tahun 2009.

link : http://www.kumpulancerita.net/keanehan-jarum-jam-yang-berhenti-ketika-tsunami-aceh.html
Hal Aneh kembali terjadi. Kali ini ad sebuah jam misterius dan beritanya saya ambil dari lintas berita.com. berikut beritanya ; Sepekan setelah Tsunami saya sempat menemani mas Imam B Prasodjo, seorang Sosiolog dari Universitas Indonesia (UI) bersama rekannya Charlie Moet dari Operasion USA, yaitu sebuah lembaga kemanusiaan yg didirikan oleh para veteran tentara Amerika semasa perang Vietnam serta Ariful Amir staf Yayasan Nurani Dunia Jakarta untuk berkeliling zona tsunami di Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar. Ribuan mayat masih terlihat disetiap sudut kota yang sedang di evakuasi oleh teman2 relawan dari berbagai provinsi dan negara saat itu. Perjalanan kami sampai juga ke daratan yang pertama sekali di sentuh tsunami yaitu pantai Ulhee Lhee dekat mesjid setempat setelah melintasi puing2 bangunan. Tak jauh dari mesjid Ulhee Lhee yg masih kokoh berdiri walau pernah di cium pertama kali oleh gelombang laut yang sangat tinggi hingga ke pusat kota Banda Aceh, kami memperhatikan puing2 bangunan yang hancur akibat bencana yang maha dahsyat itu dengan perasaan yang tak menentu. Tiba2 Charlie Moet mengambil sebuah jam dinding tua yang telah hancur akibat Tsunami disekitar tempat kami berdiri. Sekilas tak ada yang menarik dari jam dinding tua tersebut karena masih cukup banyak benda-benda lain yang lebih besar dan berserakan dikawasan itu yang tak diketahui siapa pemiliknya. APA YANG MENARIK DARI JAM DINDING TUA ITU? Kenapa Charlie Moet tertarik ingin membawa jam dinding tua itu ke negara nya ! setelah ia menjelaskan, ternyata jam dinding tua itu saat diambil di lokasi Ulhee Lhee terlihat tanggalnya menunjukkan pada angka 26, dan pada panel hari menunjukkan tulisan SUN (Sunday/Minggu), sementara jarum jam dinding itu menunjukan pukul 8 pagi lebih 58 menit, dengan jarum pendek hampir menyentuh angka 9 dan jarum panjang pada angka 11 lebih beberapa garis saja. Disitu barulah saya sadar, bahwa jam dinding itu telah berhenti berdetak persis pada waktu terjadinya Tsunami Aceh pada Hari Minggu, 26 Desember 2004, pukul 08:58 Wib. Artinya ketika Aceh diguncang Gempa 9.8 SR jam dinding itu mungkin masih berfungsi, dan berhenti berdetak setelah air laut mengamuk menghantam Ibukota Serambi Mekkah yang di mulai dari pantai Ulhee Lhee. Karena keadaan kota Banda Aceh masih sangat kacau dan lumpuh, sementara tugas saya dan teman2 relawan masih sangat disibukkan dengan distribusi bantuan kemanusiaan di Posko Indonesia Peduli SoRAK Aceh, maka saya pun tak ambil pusing terhadap jam dinding tua itu yang dibawa pulang oleh Charlie Moet ke Amerika Serikat. Apa yang terjadi dengan jam dinding Ulhee Lhee itu beberapa bulan kemudian? ternyata di hampir seluruh media massa internasional di Amerika dan Eropa memuat berita dan foto2 tentang jam dinding tersebut dan tak berapa lama Majalah TEMPO Jakarta juga menerbitkan berita dan foto yang sama dengan halaman khusus pada majalah paling populer di Indonesia itu. TAHUN 2009: Yang lebih mengejutkan lagi 3,5 tahun kemudian saya mendapat kabar bahwa foto jam dinding tua Ulhee Lhee itu ternyata juga terpajang dalam ukuran besar di ruang kerja orang nomer 1 di BRR (Pak Kuntoro). Saya mulai kagum dengan jam dinding yang tak seberapa mana itu, karena jam itu kini malah mulai tercatat dalam sejarah dunia, jam dinding itu menjadi sangat penting maknanya dan di cari2 keberadaannya oleh Pemerintah Indonesia. Keterkejutan saya tak hanya sampai disitu, ketika mendengar kabar bahwa Pak Kuntoro mendapat perintah dari Presiden untuk segera mencari jam dinding tua yang heboh di media2 massa internasional itu. Memang pada waktu itu tak ada seorang pun yang mengetahui dimana jam dinding ini berada kecuali kami berempat dan Allah SWT. Singkat cerita, BRR 1 menginginkan jam dinding itu dikembalikan ke Aceh untuk ditempatkan di Museum Tsunami di Blang Padang Banda Aceh yang sedang dibangun sebagai tempat benda2 bersejarah sisa Tsunami. Ternyata untuk memulangkan jam dinding tua ini ke Indonesia tak semudah yang saya kira, karena saat itu Charlie Moet punya rencana lain, yaitu ingin menempatkan Jam dinding tua Ulhee Lhee itu di Museum negaranya di AS PROSES PEMULANGAN JAM DINDING DARI AS KE ACEH Melalui lobi-lobi khusus mas Imam B Prasodjo akhirnya Charlie Moet bersedia membawa kembali Jam dinding tua itu kepada Pemerintah Indonesia untuk ditempatkan di Museum Tsunami Aceh dengan sejumlah syarat. Persyaratan yang ia minta adalah, jam dinding tua itu harus diberikan ruangan khusus dan tersendiri di dalam Museum Tsunami, diberikan kaca pelindung kedap udara agar bekas2 lumpur tsunami yang sudah kering yang melekat pada jam dinding itu tidak hilang dan tetap asli, serta di dalam ruangan diberikan lighting yang dapat menerangi jam tersebut dengan jelas serta diberikan plakat informasi tentang riwayat jam dinding tua itu. Apa bila persyaratan2 itu tidak dapat dipenuhi oleh Pemerintah Indonesia, maka dia menganggap negaranya adalah tempat yang terbaik dalam memperlakukan benda-benda sejarah dunia. Pak Kuntoro selaku Ketua BRR saat itu memang menyanggupi persyaratan2 yang diminta tersebut, bahkan dia telah menyiapkan desain ruangan untuk jam dinding Ulhee Lhee tersebut. Pada akhirnya jam dinding tua Ulhee Lhee itu diterbangkan kembali dari AS ke Jakarta transit via Singapura. Dari Jakarta selanjutnya diterbangkan ke kota Banda Aceh dan ditempatkan beberapa jam di Kompleks APEC – Radio KISS FM Aceh untuk selanjutnya pada malam harinya mas Imam B Prasodjo, Charlie Moet, saya dan Ipe mengantarkan jam dinding Ulhee Lhee itu kepada Pak Kunturo di Kantor BRR Lueng Bata, Banda Aceh. Saat kami tiba di ruang kerja pak Kuntoro, yang pertama kali ditanyakannya pada mas Imam adalah “Imam… mana jam dinding itu?” Imam B Prasodjo menjawab, “waduh pak… ketinggalan di Jakarta”. Padahal jam itu sudah berada diruangan pak Kuntoro yang dikemas dalam box. Walah… boss2 ini masih suka juga bercanda … foto saat proses serah terima Jam Dinding Tua Ulhee Lhee yang bersejarah itu di ruang kerja BRR 1 pada pertengahan tahun 2009.

link : http://www.kumpulancerita.net/keanehan-jarum-jam-yang-berhenti-ketika-tsunami-aceh.html

Artikel Terkait


EmoticonEmoticon